LEGENDA : Asal Usul Karate
Sebuah teori mengatakan bahwa asal mula karate berasal dari ilmu bela diri Okinawa. TE atau OKINAWA-TE
adalah seni bela diri asli setempat yang telah mengalami perkembangan
berabad-abad lamanya, dan kemudian banyak dipengaruhi oleh teknik
perkelahian yang dibawa oleh para ahli seni bela diri Cina yang
mengungsi ke Okinawa. Sekitar Abad ke 5, seorang pendeta Budha yang
terkenal bernama Bodhidharma atau Daruma Daishi (470-543) mengembara
dari India ke Cina untuk menyebarkan dan membetulkan agama Budha yang
menyimpang selama ini di Kerajaan Liang di bawah Kaisar Wu. Setelah
perselisihannya dengan Kaisar Wu karena perbedaan pandangan dalam ajaran
agama Budha, Bodhidharma mengasingkan diri di biara Shaolin Tsu di
pegunungan Sung di bagian Selatan Loyang Ibukota Kerajaan Wei. Di
situlah dia melanjutkan pengajarannya dalam agama Budha dan menjadi
cikal-bakal Sekte Zen.
Para
Rahib Budha Cina pada waktu itu begitu lemah badannya, sehingga mereka
tidak dapat menjalankan pelajaran-pelajarannya dengan baik. Setelah dia
tahu hal ini, dia memberikan Buku Kekuatan Fisik kepada murid-muridnya,
suatu buku petunjuk mengenai latihan fisik. Buku ini mengajarkan teknik
pukulan yang dinamakan 18 Arhat, yang kemudian menjadi terkenal sebagai
Shaolin Chuan. Bagaimanapun juga Bodhidharma adalah anak laki-laki ke-3
(tiga) dari Raja India Selatan. Dan sebagai Pangeran, dia ahli ilmu
perang yang menjadi salah satu pendidikannya, hal serupa dengan
Sakyamuni. Lagi pula hanya orang dengan pikiran dan badan yang kuat yang
dapat mengadakan perjalanan yang demikian jauh dan banyak rintangannya.
Seorang
ahli ilmu bela diri lain yang sangat terkenal yang muncul pada jaman
Dinasti Sung (920-1279 M) adalah Chang Sang Feng (Thio Sam Hong).
Awalnya Chang belajar ilmu bela diri pada Shaolin Tsu, kemudian
mengasingkan diri di gunung Wutang (Butong). Di tempat inilah dia
mengamati macam-macam gerakan binatang, seperti kera, burung bangau, dan
ular. Berdasarkan pengamatannya, dia menciptakan gaya perkelahian yang
khas dengan pribadinya yang disebut aliran Wutang. Kalau Shaolin Chuan
hanya dipraktekkan oleh para Pendeta Budha, maka aliran Wutang ini
diperuntukkan orang awam yang tidak ada ikatan dengan aliran Kuil
manapun. Chang mengajarkan supaya menerima pukulan lawan dengan gaya
lemah gemulai seperti air yang mengalir dan menyerang dengan satu
kepastian untuk mengakhiri perlawanan dengan sekali pukul. Ciptaannya
didasari dengan gagasan tentang harus adanya gerak melingkar yang luwes
dan gerakan ujung yang tajam. Aliran ini selanjutnya punya dampak yang
luas di dalam perkembangan seni bela diri di China. Gaya aliran Wutang
ini segera tersebar merata di seluruh Wilayah China bagian utara yang
pada masa kemudian akan berkembang menjadi Taichi-Chuan, Hsingi-Chuan,
dan Pakua-Chuan.
Masih
terdapat banyak tokoh seni bela diri yang menciptakan gaya dan aliran
masing-masing. Diantaranya Chueh Yuan yang juga pernah belajar di
Shaolin Tsu. Pada tahun 1151-1368 M dia berhasil menciptakan aliran baru
dengan cara memperluas 18 pukulan Arhat menjadi 72 jurus. Dia
berkeliling ke banyak Wilayah China dan kemudian bertemu dengan Po Yu
Feng yang menciptakan pukulan Wu Chuan. Keduanya mengadakan kerjasama
menciptakan satu aliran baru yang mencapai 170 macam gaya ilmu pukulan,
diantaranya Lima Tinju, Tinju Naga, Tinju Harimau, Tinju Bangau, Tinju
Macan Tutul, dan Tinju Ular. Di seluruh Wilayah China yang begitu luas,
berbagai macam gaya dan aliran bela diri dikembangkan, yang akhirnya
menyesuaikan diri dengan sifat-sifat lingkungan di mana gaya dan aliran
itu berkembang dan dipraktekkan. Namun pada umumnya, berbagai aliran dan
gaya yang ada dapat dibagi menjadi dua aliran yaitu aliran UTARA dan
aliran SELATAN.
Aliran
Selatan berasal dari daerah Cina Selatan di bagian hilir sungai Yang
Tse. Karena beriklim sedang, sumber kegiatan ekonomi yang paling utama
di wilayah ini adalah pertanian khususnya beras. Rakyat setempat
cenderung bertubuh gempal dan kuat karena kegiatan kerja di sawah.
Disamping itu di wilayah selatan terdapat banyak sekali sungai, sehingga
alat lalu lintas yang utama adalah perahu. Dengan mendayung sehari-hari
menyebabkan badan bagian atas lebih berkembang. Maka dengan demikian
aliran selatan ini menekankan pada gaya melentur dan penggunaan tangan
dan kepala.
Aliran
Utara berkembang di wilayah Cina Utara di bagian hulu Sungai Yang Tse,
dimana sifat daerahnya adalah pegunungan. Mengingat di wilayah ini
banyak orang terlibat dengan perburuan binatang dan penebangan kayu
sebagai sumber nafkah. Maka aliran utara ini lebih menekankan pada
gerakan yang lincah dan penggunaan teknik tendangan.
Selama
masa peralihan dari Dinasti Ming ke Dinasti Ching, sejumlah ahli bela
diri China melarikan diri ke negara lain untuk membebaskan diri dari
penindasan dan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang
Manchu yang menguasai China. Sebagai akibatnya ilmu bela diri China dari
Jaman Ming ini disebarkan ke berbagai negara lain termasuk ke Jepang,
Korea, Asia Tenggara, dan juga Kepulauan Okinawa. Salah seorang
diantaranya Chen Yuan Pao yang menuju ke Jepang, dimana dia selanjutnya
mengajarkan gagasan dan teknik Judo. Sampai pada abad ke-15 Kepulauan
Okinawa terbagi menjadi 3 (tiga) Kerajaan. Dan pada tahun 1470 Youshi
Sho dari golongan Sashikianji berhasil mempersatukan semua pulau di
Kepulauan Okinawa di bawah kekuasaannya. Penguasa ke-2 dari golongan
Sho, yaitu Shin Sho, menyita dan melarang penggunaan senjata tajam.
Kemudian Keluarga Shimazu dari Pulau Kyushu berhasil menguasai Kepulauan
Okinawa, tetapi larangan terhadap pemilikan senjata tajam masih terus
diberlakukan. Sebagai akibatnya, rakyat hanya dapat mengandalkan pada
kekuatan dan ketrampilan fisik mereka untuk membela diri.
Pada
saat yang sama, ilmu bela diri dari Cina mulai diperkenalkan di Okinawa
melalui para pengungsi yang berdatangan dari Cina yang saat itu sudah
dikuasai oleh bangsa Manchu (Dinasti Ching). Diantara para pengungsi itu
ada sejumlah ahli seni bela diri dari China. Pengaruh ilmu bela diri
dari China ini dengan cepat sekali menjalar ke seluruh Kepulauan
Okinawa. Melalui ketekunan dan kekerasan latihan, rakyat Okinawa
berhasil mengembangkan sejenis gaya dan teknik berkelahi yang baru yang
akhirnya melampaui sumber aslinya. Aliran-aliran seni bela diri Te
(aslinya Tode atau Tote) di Okinawa terbagi menurut nama daerah
perkembangannya menjadi Naha-te, Shuri-te, dan Tomari-te. Naha-te mirip
dengan seni bela diri Cina aliran selatan, khususnya dalam pola gerakan
yang dilaksanakan dengan gaya yang kokoh dan sangat tepat bagi orang
yang bertubuh besar. Shuri-te mirip dengan seni bela diri Cina aliran
utara yang pola gerakannya lebih menekankan kegesitan dan keringanan
tubuh. Sementara kaum Shimazu makin memperketat larangan atas pemilikan
senjata tajam, latihan pola bela diri Te ini makin berkembang.
Di
Jepang sendiri juga telah ada pola bela diri sejak jaman dulu.
Diantaranya yang sangat terkenal sampai saat ini ialah gulat Sumo.
Dahulu Sumo sifatnya sangat keras dan ganas, dimana para pesertanya
diperbolehkan saling pukul dan tendang dan secara mental memang sudah
siap mati. Baru pada abad ke-8, pukulan dan tendangan yang mematikan
tidak diperbolehkan lagi. Pertandingan Sumo kemudian sudah sangat mirip
dengan pertandingan Sumo pada masa sekarang ini. Tokoh seni bela diri
China yang mengungsi dari penjajahan bangsa Manchu juga tersebar ke
seluruh Jepang. Berbagai macam gaya dan teknik yang mereka sebarkan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran baru. Di bawah pengaruh dan
bimbingan Chen Yuan Pao, aliran Jiu Jitsu atau seni beladiri aliran
lunak didirikan oleh beberapa tokoh beladiri Jepang. Konsep bahwa
"Kelunakan dapat mengalahkan kekerasan" dinyatakan berasal dari China,
dan aliran ini mengembangkan pengaruhnya yang penting pada pola bela
diri lainnya. Diantaranya yang sangat populer ialah Judo yang didirikan
oleh Jigoro Kano.
Karena keuletannya untuk meneliti, melatih, dan mengembangkan diri, Judo
telah berhasil diterima merata di seluruh Jepang sebagai satu cabang
olah raga modern. Pada tahun 1923, Gichin Funakoshi yang lahir di Shuri,
Okinawa pada tahun 1869 untuk pertama kalinya memperagakan Te atau
Okinawa-Te ini di Jepang. Berturut-turut kemudian pada tahun 1929
tokoh-tokoh seperti Kenwa Mabuni, Choyun Miyagi berdatangan dari Okinawa
dan menyebarkan karate di Jepang. Kenwa Mabuni menamakan alirannya
Shitoryu, Choyun Miyagi menamakan alirannya Gojuryu, dan Gichin
Funakoshi menamakan alirannya Shotokan. Okinawa-Te ini yang telah
dipengaruhi oleh teknik-teknik seni bela diri dari Cina, sekali lagi
berbaur dengan seni bela diri yang sudah ada di Jepang, sehingga
mengalami perubahan-perubahan dan berkembang menjadi Karate seperti
sekarang ini. Berkat upaya keras dari para tokoh ahli seni bela diri ini
selama periode setelah Perang Dunia II, Karate kini telah berkembang
pesat ke seluruh dun ia dan menjadi olah raga seni bela diri paling
populer di seluruh dunia. Masutatsu Oyama sendiri kemudian secara resmi
mendirikan aliran Karate baru yang dinamakan Kyokushin pada tahun 1956.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar